PADA hari Sabtu, 3 September 2016, anggota group Facebook Sudut Kalisat Dokumenter bikin tulisan di group sebagai berikut.
Sepertinya ada sesuatu yang perlu kita perhatikan setelah pagelaran Karnaval di Kalisat.
Apa kira-kira ya kawan?
Penulis catatan tersebut adalah Dimas Sugiono, pemuda Kalisat kelahiran 5 Juni 1989. Ternyata catatannya mendapat banyak komentar. Rata-rata berkomentar, setiap kali Kalisat bikin even, yang tersisa adalah sampah. Oleh karena itu, esok malamnya di kediaman Masbro RZ Hakim, teman-teman mendiskusikannya. Berikut hasil catatan Masbro keesokan harinya, di group Sudut Kalisat Dokumenter.
Minggu, 4 September 2016
TIGA lelaki muda datang ke rumah kontrakan saya. Mereka adalah Dimas Sugiono, Beny Noenk, dan Novliansyah Pradana Putra. Dimulai dari keresahan Dimas di group Sudut Kalisat Dokumenter, perihal sampah di Kalisat. Ketika mereka saling bicara, saya banyak-banyak mendengar. Rupanya mereka tidak main-main mengenai kegelisahan itu. Berikut poin-poin dasar yang saya dengar secara langsung dari mereka;
1. Kalisat suka bikin even. Saat pagelaran selesai, sampah berserakan. Biasanya, urusan kebersihan mereka serahkan sepenuhnya pada penyapon --di sini biasa disebut tim kuning.
2. Semisal tidak ada even, sampah tetap berserakan di tepi jalan. Masalahnya, ia bukan hanya sampah rumahtangga, melainkan juga sumbangan dari adik-adik pelajar.
3. Sampah rumahtangga biasanya dibuang di sudut gang atau kampung, lalu dibakar. Jika tidak demikian, sampah dipercayakan pada aliran sungai.
4. Sungai-sungai kecil di Kalisat bila berhimpitan dengan pondasi hunian, maka akan berpotensi besar mendapatkan sumbangan besar dari sampah cair kamar mandi dan cucian, tak lagi terkonsentrasi pada tangki septik.
5. Melihat anak kecil mandi di sungai menjadi langka, sebab sampah dimana-mana.
6. Pasar Kalisat dan sekitarnya punya masalah serius dalam menangani sampah, meskipun petugas pasar telah melakukan kinerjanya.
7. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember membuang sampahnya di TPA Pakusari, kecamatan sebelah. Padahal tahun lalu telah terdengar kabar jika TPA Pakusari kelebihan kapasitas karena volume sampah yang terus meningkat.
8. Jika warga Kalisat disarankan untuk tidak membuang sampah di sungai, potensi untuk menerima saran akan tetap ada asal caranya tepat. Lalu, sampah mau dibuang kemana?
9. Di sini banyak toko yang menjual camilan dan sebagainya. Bukan salah mereka, kan untuk mencari rezeki. Konsumen membeli produk makanan, lalu bolehkah konsumen mengembalikan apa yang tidak ia makan itu kepada produsen? Kalau boleh, bagaimana caranya?
10. Bila mempercayakan urusan kesadaran mengelola sampah pada dunia pendidikan --pendidikan di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar tempat tinggal-- akan menjadi sulit sebab sampah datang dari berbagai lini. Di sudut sekolah pun ada. Apakah ada alternatif pola 'pendidikan' lain yang bisa dilakukan? Bagaimana pula caranya?
11. Di Kalisat tak mudah mencari tempat sampah. Mencari titik konsentrasi pembuangan sampah adalah langka. Sedangkan kita hidup di zaman setelah ditemukannya plastik. Hampir semua barang datang bersamaan dengan bakal sampah.
12. Siapa yang memiliki posisi paling strategis di Kalisat untuk bisa urus ini? Menyediakan tempat sampah, bikin penyuluhan untuk menambah wawasan, menancapkan media pengingat di sepanjang jalur sungai yang Kalisat miliki, dan melakukan distribusi pembuangan sampah-sampah itu.
13. Bila bikin acara 'Resik-resik Kali' seperti yang dilakukan teman-teman Grebeg Sedekah di pusat kota, apakah berdampak? Ini kan Kalisat.
14. Lalu timbul gagasan baru dari N, "Mon tak e cobak, kan dinna' tak taoh ruah berdampak apa enjek." Maka jadilah status yang saya komentari ini, setelah D, B, dan N pulang dari rumah kontrakan.
Semalam, saya hanya mendengarkan saja kegelisahan mereka.
Dari hari ke hari, obrolan semakin membaik. Ide-ide dari warga bermunculan. Hingga pada 14 September 2016, ada catatan dari Masbro di group Sudut Kalisat Dokumenter. Berikut catatannya.
ABERSEAN SONGAI. Memasuki bulan September, ide dari teman-teman Kalisat perihal 'abersean songai' semakin mengerucut. Ia dimulai dari keresahan bersama, bahwa sampah semakin banyak.
"Sebenarnya warga Kalisat sudah melaksanakan gagasan 'buanglah sampah pada tempatnya' tapi tempatnya di sungai," kata Novliansyah ketika kami bercanda.
Di hari yang lain, bersama Dimas, Beny, dan Novliansyah, kami berbincang kecil. Didapat sebuah kesimpulan bahwa secara mendasar manusia tak suka diperintah, sedangkan kalimat buanglah sampah pada tempatnya tergolong kalimat perintah, bukan ajakan. Mereka ingin menggagas kalimat sendiri yang berupa ajakan dan mudah dimengerti, namun masih dipikirkan. Contoh, 'Mak sobung thodussa ampiyan lek, moang sarka e ka'enjeh.'
Empat hari lalu --10 September 2016--, setelah makan bersama di kontrakan, teman-teman saling berdiskusi. Kemudian muncul kesepakatan kecil, kami akan abersean songai di sisi kanan Alfamart dekat Payung Teguh, masuk wilayah Kampung Templek. Pemilihan lokasi tersebut atas pertimbangan teman-teman muda Kalisat. Jadi bila Anda ingin bertanya alasannya, silakan bertanya pada mereka.
MENGENAI DISTRIBUSI SAMPAH HASIL ABERSEAN SONGAI
Setelah sampah terkumpul, bagaimana distribusinya? Menurut Mas Teguh dan rekan-rekan yang lain, sampah-sampah itu akan kita wadahi di sebuah karung atau plastik bekas, kemudian meminta bantuan tim kuning untuk mengangkutnya di Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Kita akan urunan seribuan untuk uang lelah tim kuning yang wilayah kerjanya hingga Kampung Templek.
Juga dipahami oleh teman-teman muda, ibarat bersolek, ini hanya sekedar lipen. Lipstic. Tapi tentu baik bila dicoba. Berharap setelah acara selesai, akan ada ide-ide lain yang bermunculan. Bagaimanapun, hasrat para muda harus tetap menyala.
Karena mendapat sambutan yang baik dari warga Kampung Templek, maka 'abersean songai' adalah kegiatan warga (Kalisat) dan bukan lagi kegiatan Sudut Kalisat Dokumenter. Ini hanya media.
Teman-teman, mewakili yang lain, anggap catatan ini adalah undangan terbuka bagi siapapun yang berhasrat untuk terlibat.
ACARA ABERSEAN SONGAI
Lokasi di sungai Kampung Templek samping Alfamart, tak terlalu panjang yang dibersihkan.
Dilaksanakan pada hari Minggu, 18 September 2016, sedari pukul tujuh pagi hingga selesai --mungkin hingga pukul sembilan atau sepuluh.
Membawa alat-alat sendiri seperti cangkul, arit, cangkul garpu bila ada, sekrup, kantong plastik bekas, karung, dan hal-hal yang dibutuhkan. Akan baik bila membawa konsumsi sendiri.
Terlepas dari semuanya, acara akan terlaksana bila kita bangun pagi. Nah, ini yang berat.
Teman-teman, silakan ditambahkan di kolom komentar, saya hanya mewakili para muda Kalisat. Terima kasih. Sampai jumpa empat hari lagi, Insya Allah.
*******
Di kolom komentar, Mas Indra Firmansyah mengutarakan keinginannya, "Berharap acaranya bisa berkelanjutan ya Mas RZ Hakim." Oleh Masbro dijawab seperti di bawah ini.
"Saya tidak tahu Mas Indra Firmansyah, acara ini akan berlanjut atau tidak. Itu tergantung kesepakatan teman-teman. Kita lihat saja nanti, setelah abersean songai. Dengan lahirnya gagasan 'abersean songai' saja, itu sebenarnya sudah baik. Mereka berkumpul, ngopi, bercanda, lalu membahas potensi dan persoalan-persoalan di wilayah kelahirannya.
"Tentu idealnya begitu. Ada keberlanjutan. Bila berlanjut, saya kira sudah waktunya pihat-pihak terkait duduk satu tikar bersama warga (perwakilan warga Kalisat), membicarakan keresahan-keresahan teman-teman belia penerus bangsa ini. Masalahnya, kami tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya, agar semua pihak bersedia duduk bersama. Butuh bantuan teman-teman yang lain.
"Sementara ini yang diinginkan teman-teman, Kalisat punya jalur sungai bersih yang bisa dijadikan contoh. Lokasinya dipilih di pusat keramaian selain pasar. Maka dipilihlah Kampung Templek. Mereka punya pertimbangan sendiri mengenai ini. Setelah itu, kami akan menulis, bikin video dokumenter, stiker, berbincang-bincang lagi, sowan ke warga, dll. Kemampuan kami masih sebatas itu, Mas Indra. Mohon doanya. Saya sendiri tak pandai jika urus yang beginian , haha.
"Muda-mudi Kalisat, mereka punya hasrat yang kuat."
Begitulah kira-kira rembug sebelum abersean songai. Bermula dari ide pemuda yang disambut baik oleh teman-teman dan warga.