Pages

Kamis, 17 November 2016

Mat, Bajil, dan Kedai Doeloe

Kamis, 17 November 2016
Oleh RZ Hakim


Kedai Doeloe Kalisat, 30 September 2016

FOTO di atas dijepret oleh Zuhana AZ alias Mbak Prit. Paling kiri sendiri namanya M. Fabian Aldiano atau biasa dipanggil Icen. Siswa SMA 10 Nopember Kalisat kelas duabelas ini lahir di Magetan pada 16 Maret 1998. Selanjutnya saya sendiri, RZ Hakim. Di samping kanan saya ada Hoirul alias Mat. Paling kanan sendiri adalah Novliansyah Pradana Putra, oleh teman-temannya ia biasa dipanggil Bajil.

Mat dan Bajil adalah salah satu alasan mengapa Kedai Doeloe ada, dengan Frans Sandi sebagai founder. Mat dan Bajil, keduanya merintis keberadaan Kedai, sejak ia belum memiliki nama dan hanya dikenal sebagai 'warung kopine Frans' hingga bernama Kedai Doeloe, tepat setahun kemudian. Tentu, bila ingin mengerti bagaimana Kedai Doeloe bermula, nama Mat dan Bajil akan selalu ada. Sebab sejak Kedai berdiri, 15 November 2014, mereka berdua bahu membahu merintis usaha tersebut.

Sayang sekali, dua bulan sebelum Kedai Doeloe Kalisat tepat berusia dua tahun, Bajil mengundurkan diri. Saya mengetahuinya dari penuturannya sendiri di kolom komentar Facebook, ketika Bajil mengomentari catatan saya di group Sudut Kalisat Dokumenter tertanggal 10 September 2016. Berikut cuplikannya.

Saya: "Aku wingi bengi mampir kedai doeloe, dirimu tak ada. Gik atapah."

Bajil: "saya mengundurkan diri dari Kedai Doeloe Masbro. Sedih aslinya tapi ya sudah keputusan sudah saya buat, dan saya harus menata kembali hidup dan masa depan saya. Setidaknya ketika saya bangun tidur saya tidak bingung, makan apa saya hari ini."

Saya: "Wah, sejak kapan? Arep kawin paling yo? Haha... Pantesan wingi ora enek. Oke, apapun pilihannya, semoga sukses ya Jil."

Bajil: "Hahahaha, keinginan untuk kesana pasti ada mas. Kan nikah termasuk ibadah. Sudah mulai 4 hari saya mas berhenti. Iya Amin Mas, semoga ke depannya jadi lebih baik....."

Saya: "Sudah dibicarakan baik-baik kan sama teman-teman? Setidaknya sama Mamat dan Frans? Ohya aku iling, pas nang omah karo Beny Noenk koen lak wes ngomobg yo, arep nyobak kerjoan nangdi wes? Keloppaen engkok Jil. Semoga semakin berhasil."

Saya: "Tapi wingi Mamat tak takoni kok ndak ngerti yo?"

'Bajil nangdi Mat?'

'Tak taoh Mas. Paleng bedhe keperloan. Mandher beih tak sakek, Mas.' Ngono jare.

Bajil: "Sementara pamitnya masih gak etis Mas, masih lewat sms. Tapi sudah pamit, tapi gak etis.. hehe.. Nggak Mas, gak nyoba dekek lamaran nang kunu mas. Itu dtawari naruh lamaran di IKIP Mas. Masih sebatas ditawari itu, sek ditawari naruh lamaran. Bisa diterima bisa nggak. Allahualam."

Itulah bincang-bincang saya dengan Novliansyah 'Bajil' Pradana Putra, orang baik. Ia mengundurkan diri dari Kedai Doeloe sejak 6 September 2016.

Ketika Bajil mengundurkan diri, tentu Mat sendirian dalam mengelola kedai. Beruntung, tak lama kemudian, ia dibantu oleh M. Fabian Aldiano alias Icen. Namun mereka hanya bertahan hingga pertengahan bulan November. Di hari lahir Kedai Doeloe Kalisat yang ke-2 tahun, 15 November 2016, tak ada acara apa-apa di kedai. Saya dengar kabar dari Frans Sandi, ia mengistirahatkan Mat setidaknya hingga seratus hari ke depan.


Ucok Kecil, 17 November 2016

Sejak hari ini, 17 November 2016, Kedai Doeloe Kalisat mengalami penyegaran. Kini ia dikelola oleh dua orang teman yang biasa dipanggil VjLee dan Ucok Kecil. Tentu, Mat, Bajil, dan Icen akan menemani mereka berdua di hari-hari pertama. Adapun acara-acara yang telah biasa digelar di Kedai Doeloe akan tetap berjalan seperti biasa, di antaranya adalah Tutur Buku oleh GPAN --Gerakan Perpustakaan Anak Nasional-- Kalisat.

Saya selalu punya kenangan indah bersama Mat dan Bajil, sahabat yang baik. Terima kasih.

Untuk Kedai Doeloe, sukses selalu, manfaat dan barokah. Amin.

Minggu, 18 September 2016

Ketika Abersean Songai

Minggu, 18 September 2016
PADA akhirnya acara Abersean Songai berhasil dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Ia berlangsung tadi pagi, 18 September 2016 di jalur sungai yang membelah Kampung Templek hingga di seberang jalan samping sadelan. Catatan sebelumnya bisa dibaca di posting berjudul; Sebelum Abersean Songai.


Foto dari Group Sudut Kalisat Dokumenter, 18 September 2016

Berikut catatan dari Masbro RZ Hakim mengenai dana yang didapat secara swadaya, dari teman-teman dan dari warga.

Teman-teman, mohon maaf baru sempat online. Atas nama group Sudut Kalisat Dokumenter, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada warga dan sahabat yang turut mendukung kegiatan 'abersean songai' ini dari berbagai sisi. Adapun sumbangan yang sempat kami catat, sebagai berikut;

1. Dari Om Liang, uang sejumlah 50.000
2. Dari Mas Dae, uang sejumlah 50.000
3. Dari Mbak Titi, uang sejumlah 30.000
4. Dari Intan Mode, rokok tiga pak
5. Dari Alex, rokok grendel tiga pak
6. Dari Mas Imron Rosidi, rokok surya 4 pak
7. Dari Niko, kresek
8. Dari Grebeg Sedekah Jember, trashbag atau kresek sampah, serta sarung tangan/handscone. Mereka turut hadir sedari pagi hingga acara rampung, dan sempat pula mengikuti rembug warga --setelah acara ramah tamah
9. Dari Pak Sai'in, dapat kiriman air mineral
10. Dapat kiriman bungkusan mie pangsit dari Mbak Rien
11. Dapat pinjaman tiga HT dari Mas Franky Fardiansyah.

Mengenai konsumsi, Ibu Cun mengkoordinir Ibu-ibu di Kampung Templek untuk iuran --jika tidak keliru satu KK menyumbang 10.000 rupiah-- dan uangnya untuk mempersiapkan makan dan minum, serta camilan lainnya, untuk teman-teman yang mengikuti acara abersean songai.

Catatan: Mohon maaf, saya tak bisa mencatat sumbangan warga yang tidak saya ketahui. Hanya itu yang saya mengerti. Mohon maaf, tapi terima kasih banyak.

Tentang pengeluaran, tadi digunakan untuk beli bensin pick up sebesar 20.000 saja sebab yang punya kendaraan (Erwin namanya) tak bersedia menerima lebih banyak dari itu.

Tadi ada sedikit masalah distribusi sampah. Syukurlah, kemudian teman-teman dari GS Jember berinisiatif untuk menelepon pihak Cipta Karya. Mereka kemudian datang. Oleh teman-teman, sopir diberi uang lelah sebesar 50.000.

Jadi seluruh pengeluaran adalah sejumlah 70.000 rupiah, sedangkan sisa yang masih kami pegang sejumlah 65.000 rupiah.

Tentu tak semua kebaikan dari warga dan sahabat bisa kami tuliskan di sini. Mohon maaf dan terima kasih banyak. Terima kasih atas waktu, tenaga, sumbangan materi, pinjaman alat-alat, dan terima kasih cintanya.

Terima kasih Kampung Templek.


Foto dari Fanpage Sudut Kalisat

Di Fanpage Sudut Kalisat, ada catatan sebagai berikut.

Alhamdulillah, acara abersean songai hari ini telah selesai dilaksanakan. Mulanya, sampah-sampah yang telah terkumpul direncanakan untuk ditaruh di tepi jalan, kemudian akan menunggu petugas pengangkut sampah untuk mengangkutnya.

Dikarenakan sampah yang terkumpul terlalu banyak, maka akan butuh waktu yang lebih lama jika menunggu petugas sampah mengangkutnya.

Beruntung, teman-teman dari Grebek Sedekah Jember bisa langsung menghubungi DPU Cipta Karya untuk mengirim truck pengangkut sampah guna membawa sampah, ke lokasi tempat pembuangan sampah terakhir.

Kami ucapkan pula terima kasih kepada Erwin yang telah meminjamkan pick up warna putih miliknya untuk pengangkutan sampah, sebelum kendaraan dari DPU Cipta Karya datang.

Terima kasih untuk semua yang terlibat dalam acara ini, teman-teman muda Kalisat, seluruh warga Kampung Templek Kalisat dan teman-teman Grebek Sedekah Jember.

Dokumentasi Sudut Kalisat, 18 September 2016


Foto oleh Novliansyah 'Bajil' Pradana Putra

Di jejaring sosial facebook, Masbro RZ Hakim bikin catatan seperti berikut ini.

ABERSEAN SONGAI, itu tema yang diusung oleh muda-mudi Kalisat tadi pagi. Mereka membersihkan satu ruas sungai di sebuah hunian padat bernama Kampung Templek. Ini acara yang digagas anak muda dan disambut baik oleh warga setempat. Tentu saya senang ketika mereka mengajak saya untuk turut bergabung.

Ide warga dimulai dari sebuah group bernama Sudut Kalisat Dokumenter.

Sejak kemarin malam, ada saya rasakan aura gotong royong yang terpancar dari Ibu-ibu Kampung Templek. Mereka melakukan iuran secara suka dan rela, lalu hasilnya digunakan untuk belanja bahan makanan. Esok paginya, Ibu Cun memimpin jalannya 'masak bersama.' Kata orang, kalau Bu Cun yang meracik makanan, rasa dari hasil masakannya sekelas hotel.

Adapun mengenai jalannya acara 'abersean songai' akan saya tuliskan di website LokalKarya, nanti malam bila sempat. Kalau tidak sempat ya kapan-kapan :)

Tampak dalam foto, saya dan Mas Hanan --Grebeg Sedekah Jember-- serta warga Kampung Templek sedang menikmati makanan buah karya Bu Cun dan Ibu-ibu Kampung Templek. Sementara di belakang saya, di balik dedaunan, itu adalah Noveri EP, lelaki tersayang di Tape Ketan dan kemudian di keluarga tamasya. Untuk Mas Hanan, sing sabar yo Mas. Gara-gara 'abersean songai' dompetmu ilang, kintir.

Mata saya merah. Itu bukan karena anggur kolesom, bukan karena alkuma, holi, trek, bukan pula karena selingkuh --sebab istri saya sedang ada acara AJI selama tiga hari. Itu hanya karena saya bangun pagi. Korang tedunga.

*Terima kasih untuk siapapun, dimanapun, baik yang sempat hadir maupun yang ngok-congok'an, dan yang berkirim doa dari jauh. Mator sakalangkong.

Sabtu, 17 September 2016

Sebelum Abersean Songai

Sabtu, 17 September 2016
PADA hari Sabtu, 3 September 2016, anggota group Facebook Sudut Kalisat Dokumenter bikin tulisan di group sebagai berikut.

Sepertinya ada sesuatu yang perlu kita perhatikan setelah pagelaran Karnaval di Kalisat.

Apa kira-kira ya kawan?

Penulis catatan tersebut adalah Dimas Sugiono, pemuda Kalisat kelahiran 5 Juni 1989. Ternyata catatannya mendapat banyak komentar. Rata-rata berkomentar, setiap kali Kalisat bikin even, yang tersisa adalah sampah. Oleh karena itu, esok malamnya di kediaman Masbro RZ Hakim, teman-teman mendiskusikannya. Berikut hasil catatan Masbro keesokan harinya, di group Sudut Kalisat Dokumenter.

Minggu, 4 September 2016

TIGA lelaki muda datang ke rumah kontrakan saya. Mereka adalah Dimas Sugiono, Beny Noenk, dan Novliansyah Pradana Putra. Dimulai dari keresahan Dimas di group Sudut Kalisat Dokumenter, perihal sampah di Kalisat. Ketika mereka saling bicara, saya banyak-banyak mendengar. Rupanya mereka tidak main-main mengenai kegelisahan itu. Berikut poin-poin dasar yang saya dengar secara langsung dari mereka;

1. Kalisat suka bikin even. Saat pagelaran selesai, sampah berserakan. Biasanya, urusan kebersihan mereka serahkan sepenuhnya pada penyapon --di sini biasa disebut tim kuning.

2. Semisal tidak ada even, sampah tetap berserakan di tepi jalan. Masalahnya, ia bukan hanya sampah rumahtangga, melainkan juga sumbangan dari adik-adik pelajar.

3. Sampah rumahtangga biasanya dibuang di sudut gang atau kampung, lalu dibakar. Jika tidak demikian, sampah dipercayakan pada aliran sungai.

4. Sungai-sungai kecil di Kalisat bila berhimpitan dengan pondasi hunian, maka akan berpotensi besar mendapatkan sumbangan besar dari sampah cair kamar mandi dan cucian, tak lagi terkonsentrasi pada tangki septik.

5. Melihat anak kecil mandi di sungai menjadi langka, sebab sampah dimana-mana.

6. Pasar Kalisat dan sekitarnya punya masalah serius dalam menangani sampah, meskipun petugas pasar telah melakukan kinerjanya.

7. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember membuang sampahnya di TPA Pakusari, kecamatan sebelah. Padahal tahun lalu telah terdengar kabar jika TPA Pakusari kelebihan kapasitas karena volume sampah yang terus meningkat.

8. Jika warga Kalisat disarankan untuk tidak membuang sampah di sungai, potensi untuk menerima saran akan tetap ada asal caranya tepat. Lalu, sampah mau dibuang kemana?

9. Di sini banyak toko yang menjual camilan dan sebagainya. Bukan salah mereka, kan untuk mencari rezeki. Konsumen membeli produk makanan, lalu bolehkah konsumen mengembalikan apa yang tidak ia makan itu kepada produsen? Kalau boleh, bagaimana caranya?

10. Bila mempercayakan urusan kesadaran mengelola sampah pada dunia pendidikan --pendidikan di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar tempat tinggal-- akan menjadi sulit sebab sampah datang dari berbagai lini. Di sudut sekolah pun ada. Apakah ada alternatif pola 'pendidikan' lain yang bisa dilakukan? Bagaimana pula caranya?

11. Di Kalisat tak mudah mencari tempat sampah. Mencari titik konsentrasi pembuangan sampah adalah langka. Sedangkan kita hidup di zaman setelah ditemukannya plastik. Hampir semua barang datang bersamaan dengan bakal sampah.

12. Siapa yang memiliki posisi paling strategis di Kalisat untuk bisa urus ini? Menyediakan tempat sampah, bikin penyuluhan untuk menambah wawasan, menancapkan media pengingat di sepanjang jalur sungai yang Kalisat miliki, dan melakukan distribusi pembuangan sampah-sampah itu.

13. Bila bikin acara 'Resik-resik Kali' seperti yang dilakukan teman-teman Grebeg Sedekah di pusat kota, apakah berdampak? Ini kan Kalisat.

14. Lalu timbul gagasan baru dari N, "Mon tak e cobak, kan dinna' tak taoh ruah berdampak apa enjek." Maka jadilah status yang saya komentari ini, setelah D, B, dan N pulang dari rumah kontrakan.

Semalam, saya hanya mendengarkan saja kegelisahan mereka.

Dari hari ke hari, obrolan semakin membaik. Ide-ide dari warga bermunculan. Hingga pada 14 September 2016, ada catatan dari Masbro di group Sudut Kalisat Dokumenter. Berikut catatannya.


ABERSEAN SONGAI. Memasuki bulan September, ide dari teman-teman Kalisat perihal 'abersean songai' semakin mengerucut. Ia dimulai dari keresahan bersama, bahwa sampah semakin banyak.

"Sebenarnya warga Kalisat sudah melaksanakan gagasan 'buanglah sampah pada tempatnya' tapi tempatnya di sungai," kata Novliansyah ketika kami bercanda.

Di hari yang lain, bersama Dimas, Beny, dan Novliansyah, kami berbincang kecil. Didapat sebuah kesimpulan bahwa secara mendasar manusia tak suka diperintah, sedangkan kalimat buanglah sampah pada tempatnya tergolong kalimat perintah, bukan ajakan. Mereka ingin menggagas kalimat sendiri yang berupa ajakan dan mudah dimengerti, namun masih dipikirkan. Contoh, 'Mak sobung thodussa ampiyan lek, moang sarka e ka'enjeh.'

Empat hari lalu --10 September 2016--, setelah makan bersama di kontrakan, teman-teman saling berdiskusi. Kemudian muncul kesepakatan kecil, kami akan abersean songai di sisi kanan Alfamart dekat Payung Teguh, masuk wilayah Kampung Templek. Pemilihan lokasi tersebut atas pertimbangan teman-teman muda Kalisat. Jadi bila Anda ingin bertanya alasannya, silakan bertanya pada mereka.

MENGENAI DISTRIBUSI SAMPAH HASIL ABERSEAN SONGAI

Setelah sampah terkumpul, bagaimana distribusinya? Menurut Mas Teguh dan rekan-rekan yang lain, sampah-sampah itu akan kita wadahi di sebuah karung atau plastik bekas, kemudian meminta bantuan tim kuning untuk mengangkutnya di Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Kita akan urunan seribuan untuk uang lelah tim kuning yang wilayah kerjanya hingga Kampung Templek.

Juga dipahami oleh teman-teman muda, ibarat bersolek, ini hanya sekedar lipen. Lipstic. Tapi tentu baik bila dicoba. Berharap setelah acara selesai, akan ada ide-ide lain yang bermunculan. Bagaimanapun, hasrat para muda harus tetap menyala.

Karena mendapat sambutan yang baik dari warga Kampung Templek, maka 'abersean songai' adalah kegiatan warga (Kalisat) dan bukan lagi kegiatan Sudut Kalisat Dokumenter. Ini hanya media.

Teman-teman, mewakili yang lain, anggap catatan ini adalah undangan terbuka bagi siapapun yang berhasrat untuk terlibat.

ACARA ABERSEAN SONGAI

Lokasi di sungai Kampung Templek samping Alfamart, tak terlalu panjang yang dibersihkan.

Dilaksanakan pada hari Minggu, 18 September 2016, sedari pukul tujuh pagi hingga selesai --mungkin hingga pukul sembilan atau sepuluh.

Membawa alat-alat sendiri seperti cangkul, arit, cangkul garpu bila ada, sekrup, kantong plastik bekas, karung, dan hal-hal yang dibutuhkan. Akan baik bila membawa konsumsi sendiri.

Terlepas dari semuanya, acara akan terlaksana bila kita bangun pagi. Nah, ini yang berat.

Teman-teman, silakan ditambahkan di kolom komentar, saya hanya mewakili para muda Kalisat. Terima kasih. Sampai jumpa empat hari lagi, Insya Allah.

*******

Di kolom komentar, Mas Indra Firmansyah mengutarakan keinginannya, "Berharap acaranya bisa berkelanjutan ya Mas RZ Hakim." Oleh Masbro dijawab seperti di bawah ini.

"Saya tidak tahu Mas Indra Firmansyah, acara ini akan berlanjut atau tidak. Itu tergantung kesepakatan teman-teman. Kita lihat saja nanti, setelah abersean songai. Dengan lahirnya gagasan 'abersean songai' saja, itu sebenarnya sudah baik. Mereka berkumpul, ngopi, bercanda, lalu membahas potensi dan persoalan-persoalan di wilayah kelahirannya.

"Tentu idealnya begitu. Ada keberlanjutan. Bila berlanjut, saya kira sudah waktunya pihat-pihak terkait duduk satu tikar bersama warga (perwakilan warga Kalisat), membicarakan keresahan-keresahan teman-teman belia penerus bangsa ini. Masalahnya, kami tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya, agar semua pihak bersedia duduk bersama. Butuh bantuan teman-teman yang lain.

"Sementara ini yang diinginkan teman-teman, Kalisat punya jalur sungai bersih yang bisa dijadikan contoh. Lokasinya dipilih di pusat keramaian selain pasar. Maka dipilihlah Kampung Templek. Mereka punya pertimbangan sendiri mengenai ini. Setelah itu, kami akan menulis, bikin video dokumenter, stiker, berbincang-bincang lagi, sowan ke warga, dll. Kemampuan kami masih sebatas itu, Mas Indra. Mohon doanya. Saya sendiri tak pandai jika urus yang beginian , haha.

"Muda-mudi Kalisat, mereka punya hasrat yang kuat."


Begitulah kira-kira rembug sebelum abersean songai. Bermula dari ide pemuda yang disambut baik oleh teman-teman dan warga.

Rabu, 10 Februari 2016

Nongkrong di Atap Kedai Doeloe Kalisat

Rabu, 10 Februari 2016

Kedai Doeloe, 10 Februari 2016

KALISAT cerah sekali sore ini. Saat yang tepat untuk nongkrong di atas atap kedai doeloe. Di sini kita bisa leluasa menatap Pegunungan Hyang-Argopuro, sementara yang menjadi latar belakang kami adalah Gunung Raung. Puncak-puncak yang bertebaran di sekitar kami, itu adalah milik gumuk.

Sabtu, 06 Februari 2016

Wedang Asem dan Markisa

Sabtu, 06 Februari 2016

Wedang Asem dan Markisa

Sejak hari ini, 6 Februari 2016, Kedai Doeloe Kalisat punya sajian baru; wedang asem. Rasanya kecut segar. Dan sejak hari ini, kami pun telah punya rencana baru, untuk menampilkan menu minuman dari buah markisa --hasil tanam warga Kalisat sendiri. Doakan semoga kami bisa mewujudkan rencana itu.

Minggu, 31 Januari 2016

Ketika Pintu Pagar Masih Terkunci

Minggu, 31 Januari 2016

Sayang terkunci *hiks* [at] Kedai Doeloe - Museum #Kalisat - 22 Januari 2016

Rupanya ada yang telah berkunjung ke Kedai Doeloe dan kami belum membuka pintu. Maafkan kami Mas Risaldi Hardianto a.k.a ‏@antok_biru

Kamis, 21 Januari 2016

Dari Sekian Banyak Pengunjung di Kedai Doeloe

Kamis, 21 Januari 2016
Dari sekian banyak pengunjung Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu di Kedai Doeloe, ada sepasang suami istri beserta anak lelakinya. Mereka datang naik motor dan mengenakan mantel, ketika hujan turun dengan lebatnya. Kata Mas RZ Hakim, ia adalah seorang budayawan dan juga seorang penulis novel berjudul Mata Ibu. Namanya Isnadi. Istrinya pandai sekali menari.

Fevtri Sulistya, gadis manis mantan penyiar radio, ia sengaja datang ke Kalisat dengan memanfaatkan moda kereta api Pandanwangi jarak Jember-Kalisat hanya untuk menikmati acara ini; Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Pulang pukul sebelas malam, sedikit tergopoh-gopoh, hampir ketinggalan kereta, padahal jarak Kedai Doeloe dengan stasiun Kalisat hanya sepelemparan batu saja. Fevtri tidak sendirian, melainkan berdua dengan Cak Oyong.

Tak ketinggalan, Om Njoo Tjhing Siong --kakan kandung Om Liang dan Om Bambang Njoo Studio Kalisat-- turut menghadiri acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu, di hari kedua. Ia mengenakan kaos orange berlambang NIKE, serta celana pendek warna cokelat tanah.


Gerebeg Sedekah

Senang sekali, teman-teman Gerebeg Sedekah juga hadir di acara kecil ini. Mereka naik mobil rame-rame, di hari kedua pameran. Biasanya kami di Kalisat hanya mendengar nama komunitasnya saja, Gerebeg Sedekah, tanpa pernah tahu siapa saja orang-orang di dalamnya.

Malam hari di hari kedua, pengunjung semakin ramai. Kami sedikit repot menyediakan menu, namun senang. Bahagia. Ada teman-temannya Frans Sandi datang dari Jember, tapi Frans sedang tidak di Kedai Doeloe. Ia sakit, tenaganya terkuras ketika mempersiapkan acara ini. Ada teman-temannya Mbak Hana juga, mereka kebanyakan datang dari kampus. Di antaranya adalah Pak Romdhi Fatkhur Rozi, dosen muda di Universitas Jember. Itu dosennya Frans di Program Studi Televisi dan Film.


Maltha dan Papanya

Ada Maltha Cassandra Hilda, diva dari Jember. Kata Mas RZ Hakim, mulanya Maltha lebih fokus sebagai seorang drummer, sejak SMP-SMA. Ketika beranjak semakin besar, ia lebih menekuni bidang tarik suara. Tampak dalam foto, Papanya Maltha. Ia juga seorang musisi. Masa mudanya dihabiskan untuk berproses bersama Lavilla Band --Jember.

Tentu masih sederet lagi para pengunjung yang datang di acara kecil kami, Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. namun sementara itu saja yang sempat kami tuliskan. Tunggu acara-acara kejutan kecil lainnya di Kedai Doeloe Kalisat. Terima kasih.

Selasa, 19 Januari 2016

Ketika Pameran telah Usai

Selasa, 19 Januari 2016
Ketika pameran telah usai, bolehlah kita bersenang-senang. Merawat kegembiraan, menjaga kebahagiaan, memeluk persahabatan, dan mari kita foto bersama.

Yuk kita foto di Kedai Doeloe!


Di Kedai Doeloe. Dokumentasi Sudut Kalisat, 17 Januari 2016


Di Kedai Doeloe. Dokumentasi Sudut Kalisat, 17 Januari 2016


Di Kedai Doeloe. Dokumentasi Sudut Kalisat, 17 Januari 2016

Usai sudah acara yang digagas oleh muda-mudi Kalisat, Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Teman-teman, terima kasih atas doa dan cintanya.

Salam dari kami di Kedai Doeloe Kalisat, kabupaten Jember. Merdeka!

Senin, 18 Januari 2016

Catatan dari Balik Mini Bar Kedai Doeloe

Senin, 18 Januari 2016

Ilustrasi Foto dari Instagram Ietha Nugraheny

Begitu banyak yang ingin kami tulis mengenai acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu yang bertempat di Kedai Doeloe. Mulai dari bagaimana proses kami mempersiapkannya, persiapan terakhir di hari pertama, bagaimana kami harus mempersiapkan lembar absensi pada saat acara di hari pertama telah berlangsung sekian jam, mondar-mandir ke rumah warga cari tambahan pigura, mempersiapkan konsumsi untuk tamu dan musisi yang turut mendukung acara, hingga bagaimana perasaan kami ketika acara telah usai.

Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu, ia berlangsung selama dua hari saja. Namun mengapa ada banyak sekali kisah yang tertinggal? Maka ketika harus menuliskannya kembali, kami pusing!

Orang-orang berkumpul di banyak titik. Ada yang mematung di depan sebuah pigura dan tak pindah-pindah, ada yang mojok mendengarkan Borjigun Band yang dimotori oleh Om Asep --kemudian dilanjut oleh suara merdu dari Fanggi X-Ample, ada pula yang sibuk menunggu giliran kaosnya di stan Skull Garage Cloting yang diurus oleh Mas Dedi Supmerah.

Patenang Pasabber!

Ucok terlihat tenang urus masalah parkir kendaraan untuk pengunjung acara, padahal motor berjajar hingga seberang stasiun Kalisat. Ada juga mobil yang diparkir hingga di depan Kantor Pos Kalisat. Tapi Ucok tetap tenang. Ketenangannya membuahkan hasil. Tak ada masalah apapun dalam hal parkir yang ia urus. Tentu ia tidak sendirian. Tapi tetap saja Ucok keren dalam urus masalah parkir. Mulanya ia sendiri yang berinisiatif --lalu mengajukan dirinya-- untuk pegang bidang itu.

Sama seperti teman-teman yang lain, kami berinisiatif sendiri sebab ini kerja kolektif, tak ada bentuk kepanitiaan yang kaku.

Good job Ucok!


Tetap tenang dan semakin tampan dengan kaos Skull Garage

Lihat! Kami pun berusaha tenang. Meski tangan dan kaki ini ngeteq sebab tamu datang silih berganti seakan tiada habisnya. Namun kami tenang, kami senang. Dan ketika sedang bekerja keras, kami menjadi semakin terlihat jantan dan tampan, haha.

Selama dua hari ini, 16 dan 17 Januari 2016, kami harus tetap tenang dalam memberikan pelayanan terbaik. Tetap dengan cinta. Seperti Ucok sahabat kami si penjaga parkir. Untuk Murtado, terima kasih telah dengan tulus membantu meringankan beban kami dalam hal gelas dan piring kotor. Sayangnya, bos Frans Sandi tak menampakkan diri sama sekali selama pameran foto berlangsung. Dia terkapar, bekerja terlalu keras demi mempersiapkan acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu.

Apalagi yang harus kami tuliskan? Posang! Sudah, cukup itu saja cerita dari kami. Yang merasa kurang, bisa membaca berita kami di website Prosalina Radio, di bawah ini:

Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu Kenalkan Sejarah Kalisat pada Generasi Muda

Teman-teman semua, baik yang terlibat di lokasi acara maupun yang membantu secara diam-diam di balik layar, banyak-banyak terima kasih. Ini acara kita semua. Salam dari kami di Kedai Doeloe Kalisat. Merdeka!

Mator Sakalangkong.

Minggu, 17 Januari 2016

Stambul Dardanella Bermula di Kalisat

Minggu, 17 Januari 2016
Sabtu sore yang cerah di Kedai Doeloe Kalisat, 16 Januari 2016. Sesuai rencana, sore ini kami mengadakan diskusi kecil bersama Bapak Effendi. Ia adalah seorang penulis, pencipta lagu, pelukis, dan kini menikmati masa tuanya di Kampung Baru, Kalisat.

"Saya lahir di Sumenep pada 80 tahun yang lalu. Baru pindah ke Kalisat ketika saya berusia enam tahun. Itu terjadi pada tahun 1942, masa dimana Jepang mulai menggantikan posisi Belanda," ujar lelaki perokok dji sam soe ini.

Stambul Dardanella

"Di masa yang lalu, hingga era 1940an, hiduplah sebuah kelompok Opera Melayu bernama Dardanella. Ia begitu masyur. Namanya dikenal hingga ke Mancanegara. Oleh orang luar, grup sandiwara ini kerap dijuluki The Malay Opera Dardanella. Sedangkan nama dardanella, diambil dari nama sebuah selat di Turki." Effendi memulai kisahnya tentang Dardanella.

Berikut adalah gambaran dari Media Kompas mengenai Stambul Dardanella.


Ia adalah sebuah grup seni yang berjasa besar dalam mengenalkan kebudayaan Melayu dan Indonesia. Melalui seni peran, tari, musik serta banyak cabang seni lain --yang terlibat dalam Opera-- ia telah mengenalkan budaya Indonesia ke depan etalase negara, bahkan sebelum nama Indonesia itu dikumandangkan sebagai nama sebuah negara.


Di komunitas ini, bahasa Melayu mendapat tempat yang tinggi. Ia tak sekedar digunakan sebagai pengantar gagasan saja, melainkan juga sudah menjadi bentuk ucapan praktis untuk menyatakan visi kemerdekaan bangsa Indonesia. Dardanella tak bosan mengkampanyekan penggunaan bahasa Melayu kepada para penontonnya.


Dalam setiap pementasannya, Dardanella tak pernah lepas dari motto, "Memberi tontonan yang memuaskan publik."

Sore itu Bapak Effendi banyak berkisah tentang Kalisat, dari hasil penelusurannya di masa muda, ketika masih aktif menjadi jurnalis. Darinya kami mengerti jika benih-benih keberadaan Stamboel Dardanella --yang kelak mendunia-- telah dimulai di Kalisat sejak 1917, jauh sebelum banyak catatan yang menyebutkan jika Dardanella resmi berdiri di Sidoarjo pada 1926.

"Lha si pendiri Dardanella, orang Rusia itu, si Piedro, yang punya nama asli Willy Klimanov, dulu dia kan mengawali pekerjaannya di sebuah perkebunan di Kalisat. Nah, opera Dardanella kan punya artis panggung bernama Idjah --Devi Djah, dulu kakeknya kerja di perkebunan karet di Jember. Waktu itu Idjah masih kecil."

Tentang Devi Dja, Primadona dari Stambul Dardanella

Idjah yang dimaksud Bapak Effendi adalah Soetidjah, perempuan kelahiran Sentul pada 1 Agustus 1914. Sebenarnya ia terlahir dengan nama Misria. Karena dulu sering sakit-sakitan, maka sesuai adat saat itu, atas saran seorang dukun namanya diganti menjadi Soetidjah. Idjah lahir dari pasangan Adiredjo dan Sriami. Ayahnya --Pak Adi-- yang juga aktif di dunia opera panggung, ia tinggal di Jember. Setidaknya itu menurut catatan Majalah Tempo Edisi 21 Agustus 1982.


Devi Dja ketika berlatih koreografi tari Bali, 1945. Dokumentasi dari twitter @tcm

Kelak Soetidjah lebih dikenal dengan nama Dewi Dja, atau Devi Dja, atau Ibu Devi Dja Assan. Perempuan Indonesia pertama yang berhasil menembus gemerlap Hollywood ini meninggal dunia pada 19 Januari 1989.

Soetidjah semenjak kecil sudah larut dalam kesenangan seni. Sembari memegangi kebaya neneknya, Sriatun, Soetidjah suka menguntit perjalanan kakeknya untuk mengamen. Kakeknya bernama Satiran. Dia adalah pemain gendang keliling. Kemiskinan yang mendera keluarga ini menjadi alasan mereka sering mengamen. Dia pernah menjadi mandor perkebunan karet atau onderneming di daerah Jember, Jawa Timur. Namun dia keluar karena memaki atasannya pada saat disuruh menjilati kotoran ayam yang terinjak oleh si Belanda. Sewaktu pulang dari kejadian itu, Satiran mengeluh kepada Sriatun dan Soetidjah yang waktu itu masih kecil. "Aku disuruh menjilat kakinya, karena ada kotoran ayam yang terinjak olehnya di tangga rumahnya. Ia memaki-maki aku seperti anjing edan. Dasar...!" (Ramadhan KH, 1982:17).

Setelah itu Satiran menyambung hidupnya dengan mengamen. Ia ajak serta istri dan cucunya yang masih kecil, Idjah.

Dalam masa mengamen keliling ini Idjah kecil secara simultan menguasai berbagai jenis tari maupun tembang yang mengiringi. Suatu waktu keadaan ekonomi keluarga ini membaik. Atas bantuan seorang Arab bernama M. Buchori dan keluarga Belanda bernama Meneer Heins, Satiran akhirnya membentuk stambul bernama 'Stamboel Pak Adi.' Ia menggunakan nama anaknya.

Peruntungan rombongan stambul ini ternyata lumayan bagus. Kolaborasi nyanyian lagu Belanda yang dibawakan oleh keluarga Meneer Heins dan nyanyian Dewi Dja kecil mampu menyedot perhatian tidak hanya warga pribumi, melainkan juga orang-orang Belanda. Stambul ini telah dikenal luas di beberapa kota seperti Situbondo, Jember, Banyuwangi, Pasuruan bahkan Surabaya.

Saat kelompok Stambul Pak Adi tampil di Rogojampi, Banyuwangi, kelompok Stambul Dardanella juga manggung di daerah yang sama. Di titik inilah mula perkenalan antara Piedro dari Dardanella, dengan kelompok Stambul Pak Adi. Diam-diam Piedro memperhatikan penampilan Dewi Dja remaja (14 tahun) saat menyanyikan lagu Kopi Soesoe bersama kelompoknya.

Kiranya Piedro jatuh cinta terhadap Dewi Dja, bukan hanya semata-mata karena bakatnya saja. Beberapa waktu setelahnya, Piedro dengan bantuan camat Rogojampi melamar Dewi Dja untuk diperistri.

Singkat cerita, mereka menikah secara Katolik, meskipun kelak sepanjang hayatnya Dewi Dja tetap mengaku Islam. Nama babtis Dewi Dja adalah Erneste yang kemudian disingkat menjadi Erni. Pernikahan membuat Dewi Dja praktis bergabung dengan Dardanella.

Tiga tahun kemudian, Dardanella pertama kali main ke luar negeri. Tur pementasan ini dinamai Piedro dengan Tour d'Orient. Dimulai dari Singapura, Opera Melayu ini melanglang buana ke negara-negara di lima benua. Dewi Dja tentu menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari Dardanella. Jumlah personil yang ikut ke Singapura mencapai 150 orang, jumlah yang fantastis untuk sebuah kelompok seni pertunjukan baik masa lalu maupun kini.

Selengkapnya bisa dibaca di sini.

Tentang Ratna Assan, putri Dewi Dja


Ratna Assan, putri Devi Dja. Foto dari Amazon

Putri Dewi Dja yang bernama Ratna Assan juga bermain di filem Hollywood dan menjadi orang Indonesia pertama yang tampil di majalah Playboy Edisi Februari 1974. Film yang dibintanginya berjudul Papillon, tahun 1973. Papillon dibintangi oleh pemeran utama Steve McQueen, pemain tenar saat itu. Sedangkan Ratna Assan, ia berperan sebagai gadis Indian bernama Zoraima, dan dalam film itu ia berperan sebagai pacar Steve Mc Queen.

Kembali ke Dewi Dja

Ia menikah di usia 14 tahun, ketika di tahun yang sama di negeri ini sedang berlangsung Sumpah Pemuda. Garis kisah singkatnya bisa dilihat dalam foto di bawah ini.


Sumber dari situs jual beli bukalapak

Tahun 1959, Dewi Dja kembali ke tanah air, setelah sekian lama melanglang buana. Ia diterima oleh Presiden Soekarno di istana. Keluarga 'Dardanella' memanggungkan kembali cerita 'Dr. samsi' di bawah pimpinan Andjar Asmara. Berikut foto ketika Dewi Dja berjumpa dengan Presiden Soekarno. Saat itu Dewi Dja telah berusia 45 tahun.


Dari buku: Gelombang Hidupku, Biografi Dewi Dja dari Dardanella - Wanita Jawa yang Mencapai Hollywood


Kini jika kembali mengingat kisah yang dituturkan oleh Bapak Effendi kemarin sore, saya jadi mengerti bahwa kota-kota kecil seperti Kalisat dan Jember di masa yang lalu memiliki corak kesenian yang sungguh menarik.

"Lha si pendiri Dardanella, orang Rusia itu, si Piedro, yang punya nama asli Willy Klimanov, dulu dia kan mengawali pekerjaannya di sebuah perkebunan di Kalisat. Nah, opera Dardanella kan punya artis panggung bernama Idjah --Devi Djah, dulu kakeknya kerja di perkebunan karet di Jember. Waktu itu Idjah masih kecil."

Terima kasih Bapak Effendi, telah meluangkan waktu untuk berbagi kisah dengan kami di Kedai Doeloe, di hari pertama Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Mulanya kami tak tahu apa itu Stambul Dardanella, dan siapakah Dewi Dja.

Kisah Lain dari Bapak Effendi

Kisah lain yang tentu saja membuat kami sangat ingin mengetahui kebenarannya adalah ketika Presiden Soekarno sedang melakukan perjalanan hendak ke Bali. Ia memanfaatkan moda transportasi kereta api. Lalu sesampainya di stasiun kalisat ia dipaksa turun oleh muda-mudi Kalisat. Semua itu hanya agar Presiden berkenan memberikan orasi tentang semangat kebangsaan. Mereka berhasil. Presiden Soekarno pun memenuhi keinginan para muda Kalisat. Ia turun dari kereta api dan memberikan apa yang mereka minta. Itu terjadi pada 1952.

Dimana kami harus melakukan verifikasi agar benar-benar tahu bahwa kisah itu benar?

Sekali lagi, terima kasih.

Sabtu, 16 Januari 2016

Hari Yang Ditunggu Telah Tiba

Sabtu, 16 Januari 2016

Dini hari, 16 Januari 2016

Lihatlah foto di atas, kami tampak gembira. Padahal masing-masing dari kami paltepelpal mengurusi bidang masing-masing yang bisa kami kerjakan, dengan kesadaran dan tanpa paksaan, demi berlangsungnya acara Pameran Foto Kalisat tempo Dulu. Selain kami berenam yang tampak dalam foto ini, di luar masih banyak.

Hari yang dinanti telah tiba.


Foto di atas diabadikan pada 16 Januari 2016, dini hari pukul 01.51. Tampak dalam foto Fanggi sedang menuntun sepeda onthel, properti milik Kedai Doeloe Kalisat. Ia berencana hendak menggantung sepeda itu untuk dijadikan latar belakang panggung mini. Sementara itu, yang lain masih menata tehel lantai bersejarah. Nggak percaya kalau bersejarah? Baca ini.

Kisah di Balik Tegel Stasiun Kalisat

Itu ubin yang berat, sedangkan kami harus mengusungnya bersama-sama dari ruang belakang. Lumayan melelahkan. Syukurlah, kami melakukannya sambil agejek. Jadi tidak terasa capeknya.


Skull Garage Cloting di acara Kalisat Tempo Dulu

Sebelumnya, telah ada kabar dari Mas RZ Hakim jika Skull Garage Cloting hendak buka sablon di acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Kami tinggal mempersiapkan lokasinya, dimana sebaiknya untuk sablon kaos.

Jadi, yang ingin punya kaos bertuliskan Kalisat Tempo Dulu - Never Ending Story, dipersilahkan untuk membawa kaos polos warna cerah. Skull Garage Cloting akan menyablonkannya untuk Anda.

Balik lagi ke rencana menggantung sepeda onthel.


Menggantung Sepeda Onthel di Kedai Doeloe

Lihat, mereka benar-benar menggantungnya, dan dilakukan secara bersama-sama. Tak salah mereka menaruhnya di sana, sebab panggung kecil untuk para musisi itu menjadi terlihat manis.

Pada akhirnya, banyak dari teman-teman di Kedai Doeloe yang tidak tidur. Mereka uthek-uthek hingga siang hari, sampai adzan Dzuhur berkumandang. Akibatnya, ketika acara Pameran Foto telah dimulai, banyak wajah-wajah kuyu. Lebih banyak lagi yang terkapar tidur di rumah masing-masing. Frans Sandi si empunya Kedai Doeloe bahkan tak terlihat batang hidungnya. Namun tentu sudah ada tenaga yang lain. Kami telah mempersiapkan diri untuk berada di posisi masing-masing, sesuai yang diinginkan sedari mula.

Ini kerja kolektif. Gotong royong. Kami melakukannya bersama-sama, sebaik yang kami mampu, dan dengan hati yang gembira.

Teman-teman, hari yang ditunggu telah tiba. Mari menyambut kawan yang datang dengan sepenuh hati. Merdeka!

Rabu, 13 Januari 2016

Kerja Bakti Pra Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu

Rabu, 13 Januari 2016

Bersih-bersih ruang Museum Kedai Doeloe

Resik-resik Kedai Doeloe, sebagai persiapan acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu, tanggal 16 dan 17 Januari 2016.

Kebetulan kami resik-resik di hari Rabu, ketika ada pasar baju bekas (babebo) di sepanjang JL. HOS Cokroaminoto, di depan Kedai Doeloe Kalisat. Ramai. Kami juga turut meramaikannya dengan alunan musik bervolume rendah.


Silaturahmi ke rumah Om Liang

Malam harinya kami menyempatkan diri untuk silaturrahmi ke rumah Om Liang, menanyakan beberapa hal perihal klise foto. Dari Om Liang, kami juga mendapatkan banyak cerita tentang gunung Ijen, antara tahun 1979 hingga 1983.


Memulai Menata Pigura

Sepulang dari rumah Om Liang, beberapa dari kami masih kembali lagi ke Kedai Doeloe. Kami memulai menata pigura. Sejumlah pigura milik Kedai Doeloe, akan kami turunkan dan kami buka foto-fotonya, digantikan dengan foto Kalisat Tempo Dulu.

Apek dan teman-teman sedang mencoba lampu ruangan untuk lokasi foto --di Kedai Doeloe. Yang lain bantu menata pigura, menggantinya dengan kertas karton yang baru.

Ada pigura lain yang kami nanti. Milik IGA Production. Kata Mas Ivan Bajil, ia sedang proses bikin pigura sendiri, sejumlah 20 pigura. Pigura-pigura itu akan dipinjamkan juga di acara ini. Tentu masih belum cukup. Kami masih mencoba mencari pinjaman lain, terutama pigura kecil dan pigura duduk.

Senang sekali bisa melakukan sesuatu bersama-sama, di Kedai Doeloe Kalisat.

Terima kasih.

Minggu, 10 Januari 2016

Tamu Kecil dari SMP Negeri 1 Kalisat

Minggu, 10 Januari 2016
Ada cerita lain di sela-sela persiapan acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Cerita itu datang dari adik-adik SMP Negeri 1 Kalisat. Oleh gurunya, mereka dibagi atas beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas enam siswa. Lalu mereka disebar ke beberapa komunitas, di antaranya komunitas badut Kalisat, serta di Kedai Doeloe Kalisat.

Cerdas sekali mereka, siapa ya gurunya?


Di samping rumah kontrakan Mas RZ Hakim dan Mbak Zuhana AZ

Ternyata Mas RZ Hakim juga masuk dalam titik yang harus dijumpai. Berikut adalah catatan pendeknya di jejaring sosial Facebook.

Sampai siang ini, telah ada tiga kelompok yang menjumpai saya. Mereka telah menyediakan beberapa pertanyaan, semuanya tentang sejarah Kalisat.

"Bagaimana wajah Kalisat di masa yang lalu? Seperti apa kisah asal-usul Kalisat? Siapa yang menjajah Kalisat? Mengapa? dll."

Senang berbincang dengan mereka. Kelompok kecil yang tugasnya telah terbagi; siapa yang bagian bertanya, siapa yang mencatat, potret, serta bagian mengabadikan.

SMP Negeri 1 Kalisat, kini ia telah berusia 53 tahun. Dulu merupakan salah satu dari enam SMP Negeri di Jember. Sekarang ini, setelah SMP Negeri di Jember sangat banyak, SMP Negeri 1 Kalisat masih eksis. Statusnya pun berstandar Nasional. Para alumnus berjumlah ribuan dan telah tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

*Kalisat, 10 Januari 2016


Ketika di Kedai Doeloe Kalisat

Jadi ketika ada salah satu kelompok yang ke Kedai Doeloe dan bertanya seputar sejarah bangunan kedai yang bercorak arsitektur Eropa, kami meminta bantuan Mas RZ Hakim. Mereka menamakan dirinya kelompok empat. Kelompok ini terdiri dari lima orang. Masing-masing bertugas sebagai notulen, penanya, rekam suara, rekam gambar, dan fotografer.

Pertanyaan masih senada, tentang Kalisat di masa 1859 hingga datangnya Jepang. Kadang mereka juga bertanya tentang asal-usul Kalisat. Menarik!

Syukurlah kami sudah tahu bahwa bangunan yang kami gunakan untuk kedai ini, ia menyimpan kisah bersejarah. Tapi kami tetap suka pesan penutup yang disampaikan oleh Mas RZ kepada adik-adik SMP 1 kalisat. Ia bilang, kalau ingin mengerti dan memahami Kalisat saat ini, bacalah masa lalunya.

Merdeka!

Jumat, 08 Januari 2016

Ketika Ikatan Keluarga Lorskal Latihan

Jumat, 08 Januari 2016

Ikatan Keluarga Lorskal, 8 Januari 2016

Sore ini teman-teman musisi Kalisat yang menamakan dirinya IKL --Ikatan Keluarga Lorstkal, mereka sedang berlatih musik di kediaman Mas Beni 'Flash' Satria, di desa Kalisat kecamatan Kalisat. Mereka menyiapkan diri untuk tampil bernyanyi di acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu, bersama The Penkor's dan Tamasya Band.

Kata Om Roni, salah satu personil IKL, mereka telah berlatih sejak minggu pertama bulan Desember lalu.

Jarak Studio Musik milik Mas Beni dengan Kedai Doeloe sekitar 500 meter.

Hadir juga di acara santai ini yaitu Mas Mungki Krisdianto (Tamasya), ia datang bersama Rere Strauss Cohen. Berangkat bareng-bareng dari WTC JL. Tidar Jember (satu mobil di mobilnya Mas Krisna IKL) menuju Kalisat. Pulangnya diantar kembali, sekalian Tamasya Band latihan di WTC. Gantian.

Meski acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu direncanakan akan berlangsung sederhana dan dengan dana patungan antar teman, namun teman-teman menyiapkan diri dan segala hal, semampu yang mereka bisa.

Teman, doakan kami.


Catatan sebelumnya: Musisi Kalisat Menyambut Baik Ide Pameran Foto

Sabtu, 02 Januari 2016

Persiapan Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu

Sabtu, 02 Januari 2016

Persiapan Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu

Pada awal bulan November lalu, ketika bunga Seruni telah hendak mekar, muncul ide dari teman-teman Kalisat. Mereka akan bikin sebuah acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Menurut mereka, Kedai Doeloe dirasa cocok menjadi tuan rumah berlangsungnya acara. Selain berada di sebuah bangunan berasitektur Eropa peninggalan Belanda, ia juga mudah dijumpai. Kepada teman-teman di luar Kalisat, kami hanya butuh memberitahu mereka bahwa lokasi Kedai Doeloe berada di seberang stasiun kalisat.

Mulanya acara ini akan digelar pada bulan Desember 2015. Namun karena beberapa pertimbangan, ia diundur dan akan digelar selama dua hari di bulan Januari. Disepakati acara tersebut hendak dilaksanakan pada 16 dan 17 Januari 2016.

Untuk stok foto-foto, teman-teman akan dibantu oleh Njoo Studio, sebuah studio foto di Kalisat yang telah ada sejak era 1940an. Selain itu masih ada sumbangan foto dari ahli waris keluarga (Alm) Bapak Madiroso. Foto-foto lain adalah sumbangan/pinjaman dari warga Kalisat, dan akan dikembalikan ketika acara telah usai.

Tadi siang rekan-rekan admin Funpage Facebook Sudut kalisat, mereka silaturrahmi ke rumah Om Bambang Hermanto --selaku salah satu ahli waris Njoo Studio-- untuk membicarakan persiapan pameran foto Kalisat Tempo Dulu. Mereka juga telah mulai memilah-milah foto, mana yang sebaiknya akan dipamerkan.


Proses Pemilahan Foto, 2 Januari 2016

Teman-teman, dua minggu lagi datanglah ke Kalisat. carilah sebuah kedai sederhana di seberang stasiun kalisat. Namanya Kedai Doeloe. Di sanalah kami menanti Anda. Telah menanti juga rekan-rekan musisi Kalisat, serta Tamasya band dan The Penkor's band dari Kampus Sastra. Mengenai konsumsi ada dua macam. Ada yang sengaja kami suguhkan, namun tentu ada pula yang kami jual. Siapapun merdeka untuk memilih.

Kami tunggu kehadirannya. Terima kasih.
Kedai Doeloe Kalisat © 2014