Pages

Kamis, 17 November 2016

Mat, Bajil, dan Kedai Doeloe

Kamis, 17 November 2016
Oleh RZ Hakim


Kedai Doeloe Kalisat, 30 September 2016

FOTO di atas dijepret oleh Zuhana AZ alias Mbak Prit. Paling kiri sendiri namanya M. Fabian Aldiano atau biasa dipanggil Icen. Siswa SMA 10 Nopember Kalisat kelas duabelas ini lahir di Magetan pada 16 Maret 1998. Selanjutnya saya sendiri, RZ Hakim. Di samping kanan saya ada Hoirul alias Mat. Paling kanan sendiri adalah Novliansyah Pradana Putra, oleh teman-temannya ia biasa dipanggil Bajil.

Mat dan Bajil adalah salah satu alasan mengapa Kedai Doeloe ada, dengan Frans Sandi sebagai founder. Mat dan Bajil, keduanya merintis keberadaan Kedai, sejak ia belum memiliki nama dan hanya dikenal sebagai 'warung kopine Frans' hingga bernama Kedai Doeloe, tepat setahun kemudian. Tentu, bila ingin mengerti bagaimana Kedai Doeloe bermula, nama Mat dan Bajil akan selalu ada. Sebab sejak Kedai berdiri, 15 November 2014, mereka berdua bahu membahu merintis usaha tersebut.

Sayang sekali, dua bulan sebelum Kedai Doeloe Kalisat tepat berusia dua tahun, Bajil mengundurkan diri. Saya mengetahuinya dari penuturannya sendiri di kolom komentar Facebook, ketika Bajil mengomentari catatan saya di group Sudut Kalisat Dokumenter tertanggal 10 September 2016. Berikut cuplikannya.

Saya: "Aku wingi bengi mampir kedai doeloe, dirimu tak ada. Gik atapah."

Bajil: "saya mengundurkan diri dari Kedai Doeloe Masbro. Sedih aslinya tapi ya sudah keputusan sudah saya buat, dan saya harus menata kembali hidup dan masa depan saya. Setidaknya ketika saya bangun tidur saya tidak bingung, makan apa saya hari ini."

Saya: "Wah, sejak kapan? Arep kawin paling yo? Haha... Pantesan wingi ora enek. Oke, apapun pilihannya, semoga sukses ya Jil."

Bajil: "Hahahaha, keinginan untuk kesana pasti ada mas. Kan nikah termasuk ibadah. Sudah mulai 4 hari saya mas berhenti. Iya Amin Mas, semoga ke depannya jadi lebih baik....."

Saya: "Sudah dibicarakan baik-baik kan sama teman-teman? Setidaknya sama Mamat dan Frans? Ohya aku iling, pas nang omah karo Beny Noenk koen lak wes ngomobg yo, arep nyobak kerjoan nangdi wes? Keloppaen engkok Jil. Semoga semakin berhasil."

Saya: "Tapi wingi Mamat tak takoni kok ndak ngerti yo?"

'Bajil nangdi Mat?'

'Tak taoh Mas. Paleng bedhe keperloan. Mandher beih tak sakek, Mas.' Ngono jare.

Bajil: "Sementara pamitnya masih gak etis Mas, masih lewat sms. Tapi sudah pamit, tapi gak etis.. hehe.. Nggak Mas, gak nyoba dekek lamaran nang kunu mas. Itu dtawari naruh lamaran di IKIP Mas. Masih sebatas ditawari itu, sek ditawari naruh lamaran. Bisa diterima bisa nggak. Allahualam."

Itulah bincang-bincang saya dengan Novliansyah 'Bajil' Pradana Putra, orang baik. Ia mengundurkan diri dari Kedai Doeloe sejak 6 September 2016.

Ketika Bajil mengundurkan diri, tentu Mat sendirian dalam mengelola kedai. Beruntung, tak lama kemudian, ia dibantu oleh M. Fabian Aldiano alias Icen. Namun mereka hanya bertahan hingga pertengahan bulan November. Di hari lahir Kedai Doeloe Kalisat yang ke-2 tahun, 15 November 2016, tak ada acara apa-apa di kedai. Saya dengar kabar dari Frans Sandi, ia mengistirahatkan Mat setidaknya hingga seratus hari ke depan.


Ucok Kecil, 17 November 2016

Sejak hari ini, 17 November 2016, Kedai Doeloe Kalisat mengalami penyegaran. Kini ia dikelola oleh dua orang teman yang biasa dipanggil VjLee dan Ucok Kecil. Tentu, Mat, Bajil, dan Icen akan menemani mereka berdua di hari-hari pertama. Adapun acara-acara yang telah biasa digelar di Kedai Doeloe akan tetap berjalan seperti biasa, di antaranya adalah Tutur Buku oleh GPAN --Gerakan Perpustakaan Anak Nasional-- Kalisat.

Saya selalu punya kenangan indah bersama Mat dan Bajil, sahabat yang baik. Terima kasih.

Untuk Kedai Doeloe, sukses selalu, manfaat dan barokah. Amin.

Minggu, 18 September 2016

Ketika Abersean Songai

Minggu, 18 September 2016
PADA akhirnya acara Abersean Songai berhasil dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Ia berlangsung tadi pagi, 18 September 2016 di jalur sungai yang membelah Kampung Templek hingga di seberang jalan samping sadelan. Catatan sebelumnya bisa dibaca di posting berjudul; Sebelum Abersean Songai.


Foto dari Group Sudut Kalisat Dokumenter, 18 September 2016

Berikut catatan dari Masbro RZ Hakim mengenai dana yang didapat secara swadaya, dari teman-teman dan dari warga.

Teman-teman, mohon maaf baru sempat online. Atas nama group Sudut Kalisat Dokumenter, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada warga dan sahabat yang turut mendukung kegiatan 'abersean songai' ini dari berbagai sisi. Adapun sumbangan yang sempat kami catat, sebagai berikut;

1. Dari Om Liang, uang sejumlah 50.000
2. Dari Mas Dae, uang sejumlah 50.000
3. Dari Mbak Titi, uang sejumlah 30.000
4. Dari Intan Mode, rokok tiga pak
5. Dari Alex, rokok grendel tiga pak
6. Dari Mas Imron Rosidi, rokok surya 4 pak
7. Dari Niko, kresek
8. Dari Grebeg Sedekah Jember, trashbag atau kresek sampah, serta sarung tangan/handscone. Mereka turut hadir sedari pagi hingga acara rampung, dan sempat pula mengikuti rembug warga --setelah acara ramah tamah
9. Dari Pak Sai'in, dapat kiriman air mineral
10. Dapat kiriman bungkusan mie pangsit dari Mbak Rien
11. Dapat pinjaman tiga HT dari Mas Franky Fardiansyah.

Mengenai konsumsi, Ibu Cun mengkoordinir Ibu-ibu di Kampung Templek untuk iuran --jika tidak keliru satu KK menyumbang 10.000 rupiah-- dan uangnya untuk mempersiapkan makan dan minum, serta camilan lainnya, untuk teman-teman yang mengikuti acara abersean songai.

Catatan: Mohon maaf, saya tak bisa mencatat sumbangan warga yang tidak saya ketahui. Hanya itu yang saya mengerti. Mohon maaf, tapi terima kasih banyak.

Tentang pengeluaran, tadi digunakan untuk beli bensin pick up sebesar 20.000 saja sebab yang punya kendaraan (Erwin namanya) tak bersedia menerima lebih banyak dari itu.

Tadi ada sedikit masalah distribusi sampah. Syukurlah, kemudian teman-teman dari GS Jember berinisiatif untuk menelepon pihak Cipta Karya. Mereka kemudian datang. Oleh teman-teman, sopir diberi uang lelah sebesar 50.000.

Jadi seluruh pengeluaran adalah sejumlah 70.000 rupiah, sedangkan sisa yang masih kami pegang sejumlah 65.000 rupiah.

Tentu tak semua kebaikan dari warga dan sahabat bisa kami tuliskan di sini. Mohon maaf dan terima kasih banyak. Terima kasih atas waktu, tenaga, sumbangan materi, pinjaman alat-alat, dan terima kasih cintanya.

Terima kasih Kampung Templek.


Foto dari Fanpage Sudut Kalisat

Di Fanpage Sudut Kalisat, ada catatan sebagai berikut.

Alhamdulillah, acara abersean songai hari ini telah selesai dilaksanakan. Mulanya, sampah-sampah yang telah terkumpul direncanakan untuk ditaruh di tepi jalan, kemudian akan menunggu petugas pengangkut sampah untuk mengangkutnya.

Dikarenakan sampah yang terkumpul terlalu banyak, maka akan butuh waktu yang lebih lama jika menunggu petugas sampah mengangkutnya.

Beruntung, teman-teman dari Grebek Sedekah Jember bisa langsung menghubungi DPU Cipta Karya untuk mengirim truck pengangkut sampah guna membawa sampah, ke lokasi tempat pembuangan sampah terakhir.

Kami ucapkan pula terima kasih kepada Erwin yang telah meminjamkan pick up warna putih miliknya untuk pengangkutan sampah, sebelum kendaraan dari DPU Cipta Karya datang.

Terima kasih untuk semua yang terlibat dalam acara ini, teman-teman muda Kalisat, seluruh warga Kampung Templek Kalisat dan teman-teman Grebek Sedekah Jember.

Dokumentasi Sudut Kalisat, 18 September 2016


Foto oleh Novliansyah 'Bajil' Pradana Putra

Di jejaring sosial facebook, Masbro RZ Hakim bikin catatan seperti berikut ini.

ABERSEAN SONGAI, itu tema yang diusung oleh muda-mudi Kalisat tadi pagi. Mereka membersihkan satu ruas sungai di sebuah hunian padat bernama Kampung Templek. Ini acara yang digagas anak muda dan disambut baik oleh warga setempat. Tentu saya senang ketika mereka mengajak saya untuk turut bergabung.

Ide warga dimulai dari sebuah group bernama Sudut Kalisat Dokumenter.

Sejak kemarin malam, ada saya rasakan aura gotong royong yang terpancar dari Ibu-ibu Kampung Templek. Mereka melakukan iuran secara suka dan rela, lalu hasilnya digunakan untuk belanja bahan makanan. Esok paginya, Ibu Cun memimpin jalannya 'masak bersama.' Kata orang, kalau Bu Cun yang meracik makanan, rasa dari hasil masakannya sekelas hotel.

Adapun mengenai jalannya acara 'abersean songai' akan saya tuliskan di website LokalKarya, nanti malam bila sempat. Kalau tidak sempat ya kapan-kapan :)

Tampak dalam foto, saya dan Mas Hanan --Grebeg Sedekah Jember-- serta warga Kampung Templek sedang menikmati makanan buah karya Bu Cun dan Ibu-ibu Kampung Templek. Sementara di belakang saya, di balik dedaunan, itu adalah Noveri EP, lelaki tersayang di Tape Ketan dan kemudian di keluarga tamasya. Untuk Mas Hanan, sing sabar yo Mas. Gara-gara 'abersean songai' dompetmu ilang, kintir.

Mata saya merah. Itu bukan karena anggur kolesom, bukan karena alkuma, holi, trek, bukan pula karena selingkuh --sebab istri saya sedang ada acara AJI selama tiga hari. Itu hanya karena saya bangun pagi. Korang tedunga.

*Terima kasih untuk siapapun, dimanapun, baik yang sempat hadir maupun yang ngok-congok'an, dan yang berkirim doa dari jauh. Mator sakalangkong.

Sabtu, 17 September 2016

Sebelum Abersean Songai

Sabtu, 17 September 2016
PADA hari Sabtu, 3 September 2016, anggota group Facebook Sudut Kalisat Dokumenter bikin tulisan di group sebagai berikut.

Sepertinya ada sesuatu yang perlu kita perhatikan setelah pagelaran Karnaval di Kalisat.

Apa kira-kira ya kawan?

Penulis catatan tersebut adalah Dimas Sugiono, pemuda Kalisat kelahiran 5 Juni 1989. Ternyata catatannya mendapat banyak komentar. Rata-rata berkomentar, setiap kali Kalisat bikin even, yang tersisa adalah sampah. Oleh karena itu, esok malamnya di kediaman Masbro RZ Hakim, teman-teman mendiskusikannya. Berikut hasil catatan Masbro keesokan harinya, di group Sudut Kalisat Dokumenter.

Minggu, 4 September 2016

TIGA lelaki muda datang ke rumah kontrakan saya. Mereka adalah Dimas Sugiono, Beny Noenk, dan Novliansyah Pradana Putra. Dimulai dari keresahan Dimas di group Sudut Kalisat Dokumenter, perihal sampah di Kalisat. Ketika mereka saling bicara, saya banyak-banyak mendengar. Rupanya mereka tidak main-main mengenai kegelisahan itu. Berikut poin-poin dasar yang saya dengar secara langsung dari mereka;

1. Kalisat suka bikin even. Saat pagelaran selesai, sampah berserakan. Biasanya, urusan kebersihan mereka serahkan sepenuhnya pada penyapon --di sini biasa disebut tim kuning.

2. Semisal tidak ada even, sampah tetap berserakan di tepi jalan. Masalahnya, ia bukan hanya sampah rumahtangga, melainkan juga sumbangan dari adik-adik pelajar.

3. Sampah rumahtangga biasanya dibuang di sudut gang atau kampung, lalu dibakar. Jika tidak demikian, sampah dipercayakan pada aliran sungai.

4. Sungai-sungai kecil di Kalisat bila berhimpitan dengan pondasi hunian, maka akan berpotensi besar mendapatkan sumbangan besar dari sampah cair kamar mandi dan cucian, tak lagi terkonsentrasi pada tangki septik.

5. Melihat anak kecil mandi di sungai menjadi langka, sebab sampah dimana-mana.

6. Pasar Kalisat dan sekitarnya punya masalah serius dalam menangani sampah, meskipun petugas pasar telah melakukan kinerjanya.

7. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember membuang sampahnya di TPA Pakusari, kecamatan sebelah. Padahal tahun lalu telah terdengar kabar jika TPA Pakusari kelebihan kapasitas karena volume sampah yang terus meningkat.

8. Jika warga Kalisat disarankan untuk tidak membuang sampah di sungai, potensi untuk menerima saran akan tetap ada asal caranya tepat. Lalu, sampah mau dibuang kemana?

9. Di sini banyak toko yang menjual camilan dan sebagainya. Bukan salah mereka, kan untuk mencari rezeki. Konsumen membeli produk makanan, lalu bolehkah konsumen mengembalikan apa yang tidak ia makan itu kepada produsen? Kalau boleh, bagaimana caranya?

10. Bila mempercayakan urusan kesadaran mengelola sampah pada dunia pendidikan --pendidikan di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar tempat tinggal-- akan menjadi sulit sebab sampah datang dari berbagai lini. Di sudut sekolah pun ada. Apakah ada alternatif pola 'pendidikan' lain yang bisa dilakukan? Bagaimana pula caranya?

11. Di Kalisat tak mudah mencari tempat sampah. Mencari titik konsentrasi pembuangan sampah adalah langka. Sedangkan kita hidup di zaman setelah ditemukannya plastik. Hampir semua barang datang bersamaan dengan bakal sampah.

12. Siapa yang memiliki posisi paling strategis di Kalisat untuk bisa urus ini? Menyediakan tempat sampah, bikin penyuluhan untuk menambah wawasan, menancapkan media pengingat di sepanjang jalur sungai yang Kalisat miliki, dan melakukan distribusi pembuangan sampah-sampah itu.

13. Bila bikin acara 'Resik-resik Kali' seperti yang dilakukan teman-teman Grebeg Sedekah di pusat kota, apakah berdampak? Ini kan Kalisat.

14. Lalu timbul gagasan baru dari N, "Mon tak e cobak, kan dinna' tak taoh ruah berdampak apa enjek." Maka jadilah status yang saya komentari ini, setelah D, B, dan N pulang dari rumah kontrakan.

Semalam, saya hanya mendengarkan saja kegelisahan mereka.

Dari hari ke hari, obrolan semakin membaik. Ide-ide dari warga bermunculan. Hingga pada 14 September 2016, ada catatan dari Masbro di group Sudut Kalisat Dokumenter. Berikut catatannya.


ABERSEAN SONGAI. Memasuki bulan September, ide dari teman-teman Kalisat perihal 'abersean songai' semakin mengerucut. Ia dimulai dari keresahan bersama, bahwa sampah semakin banyak.

"Sebenarnya warga Kalisat sudah melaksanakan gagasan 'buanglah sampah pada tempatnya' tapi tempatnya di sungai," kata Novliansyah ketika kami bercanda.

Di hari yang lain, bersama Dimas, Beny, dan Novliansyah, kami berbincang kecil. Didapat sebuah kesimpulan bahwa secara mendasar manusia tak suka diperintah, sedangkan kalimat buanglah sampah pada tempatnya tergolong kalimat perintah, bukan ajakan. Mereka ingin menggagas kalimat sendiri yang berupa ajakan dan mudah dimengerti, namun masih dipikirkan. Contoh, 'Mak sobung thodussa ampiyan lek, moang sarka e ka'enjeh.'

Empat hari lalu --10 September 2016--, setelah makan bersama di kontrakan, teman-teman saling berdiskusi. Kemudian muncul kesepakatan kecil, kami akan abersean songai di sisi kanan Alfamart dekat Payung Teguh, masuk wilayah Kampung Templek. Pemilihan lokasi tersebut atas pertimbangan teman-teman muda Kalisat. Jadi bila Anda ingin bertanya alasannya, silakan bertanya pada mereka.

MENGENAI DISTRIBUSI SAMPAH HASIL ABERSEAN SONGAI

Setelah sampah terkumpul, bagaimana distribusinya? Menurut Mas Teguh dan rekan-rekan yang lain, sampah-sampah itu akan kita wadahi di sebuah karung atau plastik bekas, kemudian meminta bantuan tim kuning untuk mengangkutnya di Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Kita akan urunan seribuan untuk uang lelah tim kuning yang wilayah kerjanya hingga Kampung Templek.

Juga dipahami oleh teman-teman muda, ibarat bersolek, ini hanya sekedar lipen. Lipstic. Tapi tentu baik bila dicoba. Berharap setelah acara selesai, akan ada ide-ide lain yang bermunculan. Bagaimanapun, hasrat para muda harus tetap menyala.

Karena mendapat sambutan yang baik dari warga Kampung Templek, maka 'abersean songai' adalah kegiatan warga (Kalisat) dan bukan lagi kegiatan Sudut Kalisat Dokumenter. Ini hanya media.

Teman-teman, mewakili yang lain, anggap catatan ini adalah undangan terbuka bagi siapapun yang berhasrat untuk terlibat.

ACARA ABERSEAN SONGAI

Lokasi di sungai Kampung Templek samping Alfamart, tak terlalu panjang yang dibersihkan.

Dilaksanakan pada hari Minggu, 18 September 2016, sedari pukul tujuh pagi hingga selesai --mungkin hingga pukul sembilan atau sepuluh.

Membawa alat-alat sendiri seperti cangkul, arit, cangkul garpu bila ada, sekrup, kantong plastik bekas, karung, dan hal-hal yang dibutuhkan. Akan baik bila membawa konsumsi sendiri.

Terlepas dari semuanya, acara akan terlaksana bila kita bangun pagi. Nah, ini yang berat.

Teman-teman, silakan ditambahkan di kolom komentar, saya hanya mewakili para muda Kalisat. Terima kasih. Sampai jumpa empat hari lagi, Insya Allah.

*******

Di kolom komentar, Mas Indra Firmansyah mengutarakan keinginannya, "Berharap acaranya bisa berkelanjutan ya Mas RZ Hakim." Oleh Masbro dijawab seperti di bawah ini.

"Saya tidak tahu Mas Indra Firmansyah, acara ini akan berlanjut atau tidak. Itu tergantung kesepakatan teman-teman. Kita lihat saja nanti, setelah abersean songai. Dengan lahirnya gagasan 'abersean songai' saja, itu sebenarnya sudah baik. Mereka berkumpul, ngopi, bercanda, lalu membahas potensi dan persoalan-persoalan di wilayah kelahirannya.

"Tentu idealnya begitu. Ada keberlanjutan. Bila berlanjut, saya kira sudah waktunya pihat-pihak terkait duduk satu tikar bersama warga (perwakilan warga Kalisat), membicarakan keresahan-keresahan teman-teman belia penerus bangsa ini. Masalahnya, kami tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya, agar semua pihak bersedia duduk bersama. Butuh bantuan teman-teman yang lain.

"Sementara ini yang diinginkan teman-teman, Kalisat punya jalur sungai bersih yang bisa dijadikan contoh. Lokasinya dipilih di pusat keramaian selain pasar. Maka dipilihlah Kampung Templek. Mereka punya pertimbangan sendiri mengenai ini. Setelah itu, kami akan menulis, bikin video dokumenter, stiker, berbincang-bincang lagi, sowan ke warga, dll. Kemampuan kami masih sebatas itu, Mas Indra. Mohon doanya. Saya sendiri tak pandai jika urus yang beginian , haha.

"Muda-mudi Kalisat, mereka punya hasrat yang kuat."


Begitulah kira-kira rembug sebelum abersean songai. Bermula dari ide pemuda yang disambut baik oleh teman-teman dan warga.

Rabu, 10 Februari 2016

Nongkrong di Atap Kedai Doeloe Kalisat

Rabu, 10 Februari 2016

Kedai Doeloe, 10 Februari 2016

KALISAT cerah sekali sore ini. Saat yang tepat untuk nongkrong di atas atap kedai doeloe. Di sini kita bisa leluasa menatap Pegunungan Hyang-Argopuro, sementara yang menjadi latar belakang kami adalah Gunung Raung. Puncak-puncak yang bertebaran di sekitar kami, itu adalah milik gumuk.

Sabtu, 06 Februari 2016

Wedang Asem dan Markisa

Sabtu, 06 Februari 2016

Wedang Asem dan Markisa

Sejak hari ini, 6 Februari 2016, Kedai Doeloe Kalisat punya sajian baru; wedang asem. Rasanya kecut segar. Dan sejak hari ini, kami pun telah punya rencana baru, untuk menampilkan menu minuman dari buah markisa --hasil tanam warga Kalisat sendiri. Doakan semoga kami bisa mewujudkan rencana itu.

Minggu, 31 Januari 2016

Ketika Pintu Pagar Masih Terkunci

Minggu, 31 Januari 2016

Sayang terkunci *hiks* [at] Kedai Doeloe - Museum #Kalisat - 22 Januari 2016

Rupanya ada yang telah berkunjung ke Kedai Doeloe dan kami belum membuka pintu. Maafkan kami Mas Risaldi Hardianto a.k.a ‏@antok_biru

Kamis, 21 Januari 2016

Dari Sekian Banyak Pengunjung di Kedai Doeloe

Kamis, 21 Januari 2016
Dari sekian banyak pengunjung Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu di Kedai Doeloe, ada sepasang suami istri beserta anak lelakinya. Mereka datang naik motor dan mengenakan mantel, ketika hujan turun dengan lebatnya. Kata Mas RZ Hakim, ia adalah seorang budayawan dan juga seorang penulis novel berjudul Mata Ibu. Namanya Isnadi. Istrinya pandai sekali menari.

Fevtri Sulistya, gadis manis mantan penyiar radio, ia sengaja datang ke Kalisat dengan memanfaatkan moda kereta api Pandanwangi jarak Jember-Kalisat hanya untuk menikmati acara ini; Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. Pulang pukul sebelas malam, sedikit tergopoh-gopoh, hampir ketinggalan kereta, padahal jarak Kedai Doeloe dengan stasiun Kalisat hanya sepelemparan batu saja. Fevtri tidak sendirian, melainkan berdua dengan Cak Oyong.

Tak ketinggalan, Om Njoo Tjhing Siong --kakan kandung Om Liang dan Om Bambang Njoo Studio Kalisat-- turut menghadiri acara Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu, di hari kedua. Ia mengenakan kaos orange berlambang NIKE, serta celana pendek warna cokelat tanah.


Gerebeg Sedekah

Senang sekali, teman-teman Gerebeg Sedekah juga hadir di acara kecil ini. Mereka naik mobil rame-rame, di hari kedua pameran. Biasanya kami di Kalisat hanya mendengar nama komunitasnya saja, Gerebeg Sedekah, tanpa pernah tahu siapa saja orang-orang di dalamnya.

Malam hari di hari kedua, pengunjung semakin ramai. Kami sedikit repot menyediakan menu, namun senang. Bahagia. Ada teman-temannya Frans Sandi datang dari Jember, tapi Frans sedang tidak di Kedai Doeloe. Ia sakit, tenaganya terkuras ketika mempersiapkan acara ini. Ada teman-temannya Mbak Hana juga, mereka kebanyakan datang dari kampus. Di antaranya adalah Pak Romdhi Fatkhur Rozi, dosen muda di Universitas Jember. Itu dosennya Frans di Program Studi Televisi dan Film.


Maltha dan Papanya

Ada Maltha Cassandra Hilda, diva dari Jember. Kata Mas RZ Hakim, mulanya Maltha lebih fokus sebagai seorang drummer, sejak SMP-SMA. Ketika beranjak semakin besar, ia lebih menekuni bidang tarik suara. Tampak dalam foto, Papanya Maltha. Ia juga seorang musisi. Masa mudanya dihabiskan untuk berproses bersama Lavilla Band --Jember.

Tentu masih sederet lagi para pengunjung yang datang di acara kecil kami, Pameran Foto Kalisat Tempo Dulu. namun sementara itu saja yang sempat kami tuliskan. Tunggu acara-acara kejutan kecil lainnya di Kedai Doeloe Kalisat. Terima kasih.
Kedai Doeloe Kalisat © 2014